Once upon a time there was a king and he was a wise man too. In his kingdom used to live many other wise men. Now some of these would not agree to believe that God did exist, while others not only agreed but argued to the satisfaction of the King that there was 'God'. The King, being a wise man, arranged for a discussion.
The date and time for discussion was fixed. The king held his court at the appointed time on the appointed date. The non-believers assembled in his presence but the believing wise man did not come at the appointed time
The people waited and waited till they lost their patience and uttered the words: "He has no arguments to advance in support of his conviction, so he will not come. He has lost, we have won."
At last, the wise man arrived and there was an uproar in the court of the king. The people cried: "Why are you late? You have lost".
The king asked him to explain the cause of his delay. The believing wise man explained, saying: "I started from my home in time, but when I came by the side of the river which I had to cross before reaching here, I did not find a single boat, by which I could cross and reach the opposite bank".
Upto this point the disbelieving men heard him patiently and did not say a single word. The believing man then continued:
"I waited and waited till at last I saw some planks of wood coming out of the river".
And the unbelieving men began to shout "O, It is a lie. It is unbelievable. It is unthinkable".
Continued the believing wise man: "Plank by plank came out of the river and then I saw the planks were cut to proper size and shape and joined to each other with nails by themselves until they formed a boat. And then I took my seat in it and came over to the other bank. I am late because of the delay in the availability of the boat".
Amid a roar of the non-believing men, the believing wise man tried to convince them of the cause of the delay; but the opponents would not believe him. Then he said:
"You do not believe what I say. It appears the story of the boat forming by itself is something impossible for you to believe. Now in the name of justice, I ask you. Do you see the earth, the sun, the moon, the stars and the skies? Every thing is set according to a plan. But you say it came into existence without a Creator. In other words you deny the existence of God. How far is your statement reasonable and justified?
This silenced them all and there was no answer to this. So the non-believers lost and the believer won.
Took from: www.geocities.com/mutmainaa
Search Something?
Tuesday, April 1, 2008
Story Pic: Is There a God?
Monday, March 31, 2008
My Diary: 6 April 2008, Aku Tak Lagi Sendiri
Ada apa ya tanggal 6 April 2008?
Iya betul! Insya Alloh Saya mau menikah.. ^_^
Saat ini perasaan saya bercampur baur antara senang dan takut. Kalau senang sih sudah jelas ya, tapi kok saya takut? Takut kenapa mas? Iya saya takut tidak bisa menerima tanggung jawab yg besar ini, takut tidak mampu membahagiakan istri saya nanti, takut menghadapi masalah demi masalah yang akan menghadang jalannya bahtera rumah tangga..
Mungkin saya terpengaruh oleh bisikan orang-orang sekitar saya, yaa seperti.."Berkeluarga itu ga enak mas, ribet! Awal-awalnya doank ya asik, kesananya mah susah!"
"Ngapain sih nikah cepet-cepet?! Mending puas-puasin dulu masa muda lo, maen dulu! Kalo udah nikah mah mana bisa maen-maen lg, ga bebas!"
"Emang lo udah siap? Siap materi? Siap emosi? Tanggung jawabnya besar loh!"
Huh.. capcay de..
Tapi banyak juga kok komentar teman-teman saya yang bersifat mensupport.."Nikah itu enak lho.. Ada seseorang utk kita saling berbagi.."
"Masya Alloh.. Bagus ham! Kalo udah siap ya nunggu apa lagi?! Apalagi jaman sekrang fitnah semakin dahsyat, fitnah wanita terutama!"
Kurang lebih seperti itu lah komentar orang-orang di sekitar saya. Namun, tekad saya sudah bulat! Saya ingin menikah karena Alloh! Untuk mejaga agama saya dari serangan fitnah wanita yang sulit dibentengi! Untuk menjalankan Sunnah Nabi yang mulia 'Alaihis Sholaatu was Salaam!
Ya Alloh.. Mudahkanlah saya dalam urusan ini.. Aamiin..
Mohon Do'a restu ya.. ^_^
Berikut saya lampirkan undangan Walimah saya:Bismillahirrahmanirrahim..
Assalamu'alaikum Warahmatulloh Wabarakatuh
Berkat niat suci karena Allah 'Azza wa Jalla dan memohon Rahmat dan RidhoNya kami bermaksud menyelenggarakan Walimatul 'Ursy (Pesta Pernikahan) putra-putri kami yang insya Allah akan diselenggarakan pada:
Hari Ahad, 6 April 2008
Pukul 11.00 s/d 14.00 WIB
Bertempat di Gedung Pertemuan Depsos
Jl. Mulyadi Joyomartono, Bekasi Timur
Merupakan Suatu Kehormatan dan Kebahagiaan bagi kami, apabila Bapak/Ibu/ Saudara/i berkenan hadir untuk memberikan do'a restu kepada kedua mempelai.
Atas kehadiran serta do'a restunya kami ucapkan terima kasih.
Wassalamu'alaikum Warahmatulloh Wabarakatuh
Kami yang berbahagia..
Kel. Sunarto/Endang S.
Nina
&
Ilham
Kel. Rudiat Wiriadinata/Jujuh Khadijah
Tuesday, February 5, 2008
Story Pic: Bersama Kita Jelang Surga, Insya Alloh
Sejak kecil aku mengenalmu, karena kau tetangga dekatku. Namun tak pernah terbayang kau akan menjadi pendamping hidupku.
Sebenarnya engkau tak terlalu cantik, tapi lebih sulit untuk mengatakan engkau jelek. Biasa saja. Engkau juga tak pernah memoleskan make-up di wajahmu, apalagi mengenakan perhiasan sebagaimana kebanyakan teman-temanmu.Namun kesehajaan itulah yang justru mengusik hatiku, sehingga kuputuskan untuk memilihmu menjadi pendamping hidupku. Engkau yang sederhana, pintar dan tak banyak bicara, sungguh terlihat dewasa.
Engkau bukan anak yang berpangkat, juga bukan keturunan ningrat. Tapi aku tak peduli, yang kuutamakan bukan itu. Tetapi raga yang selalu menutup aurat dan jiwa yang selalu mengutamakan akhirat. Tekadku sudah bulat,
Saat itu engkau baru lulus SMA. Tak kusangka engkau akan menerima dengan tangan tebuka. Bahkan, demi aku, engkau rela mengorbankan keinginanmu untuk mencicipi bangku kuliah. Semua gurumu pun menyayangkan hal itu, karena menurut mereka engkau termasuk murid yag cerdas. Tapi entah mengapa, engkau lebih memilih menjadi ibu rumah tangga saja. Sujud syukurku kepada Alloh, alhamdulillah.
Semua serasa begitu mudah, dan kita pun menikah. Saat itu usiaku baru 25 tahun, sedangkan usiamu baru 19 tahun. Memang masih terlalu muda untuk kalangan umum, tetapi ternyata engkau berani mengambil keputusan itu. Engkau berani mengakhiri lajangmu di usia yang sedini itu. Aku pun semakin kagum padamu.
Sejak menikah hingga kini, belum pernah engkau mengeluh tentang keadaan yang kita alami. Padahal engkau tahu sendiri, penghasilanku yang tak seberapa, kadangkala tak seimbang antara pemasukan dan kebutuhan. Sering kita harus menekan beberapa keinginan karena memang kita tidak sanggup menggapainya. Namun tak pernah kulihat kristal bening menetes dari pelupuk matamu karena itu.
Masih teringat ketika pertama kali kita arungi bahtera ini di sebuah kontrakan mungil. Sama sekali kita tak punya apa-apa, bahkan alas tidur pun tak ada. Tapi, engkau begitu cerdik. Seongkok pakaian kita yag masih tersimpan di dalam tas usang kau keluarkan. Engkau lipat, kemudian kau tumpuk dua hingga tiga pakaian, lalu kau bariskan sedemikian rupa hingga menyerupai kasur. Kemudian engkau bentangkan kerudung lebarmu laksana seprei permadani menyelimuti kasur indah lita. Engkau tersenyum dan mempersilahkan aku tidur. Kutatap wajahmu, kubalas senyummu dengan genangan air mata haru.
Bersamamu, bergulirnya waktu terasa begitu cepat. Hari-hari berlalu selalu terasa begitu indah. Kekurangan materi yang menemani kita setiap hari, seakan bukan merupakan beban manakala kita senantiasa ikhlas. Denganmu, begitu banyak pelajaran yang aku petik.
Ketika setahun usia pernikahan kita, tujuh bulan sudah usia kehamilanmu. Aku begitu panik ketika engkau mengalami pendarahan, tapi engkau begitu tenang, tak gugup sedikit pun. Padahal dari keningmu yang berkerut dan nafasmu yang tertahan, aku tahu kau tengah menahan rasa sakit yag luar biasa. Segera kubawa ke bidan, dan dia bilang ini tanda-tanda mau melahirkan.
Jam dua belas tengah malam, ketika semua insan terlelap dengan mimpi-mimpinya. Anak pertama kita lahir, prematur. Ah… betapa bahagianya aku, kucium kenigmu berulang kali. Kudengar kau berbisik, “Bi…, aku lapar”. Tersentak aku mendengarnya. Ya, seharian tadi engkau tidak memasak dan tak makan karena sudah merasakan sakit sejak kemarin. Sedangkan sore tadi aku hanya beli sebungkus nasi di warung dan sudah kulahap habis, sebab tadi ketika kutawari kau tak mau. Tak ada roti, tak ada jajanan, tak ada apa pun untuk mengganjal perutmu. Mau beli, seluruh toko dan warung sudah pada tutup. Akhirnya, kusodorkan segelas air putih yang disuguhkan bidan untukmu. Dan engkau pun tak menuntut lebih dari itu. Kembali menggenang air mata di pelupuk mataku menyaksikan kebahagian yang tersirat di wajahmu. Ya, bayi mungil kita yang nampak sehat dan berbahagia menjadikanmu lupa lapar dan dahaga.
Tahun berganti dan engkau tak pernah berubah. Hampir sepuluh tahun kita bersama dalam kehidupan yang selalu sederhana, tapi kita tak pernah mengeluh. Engkau juga tak pernah menuntut dunia dariku, tak pernah minta ini dan itu sebagaimana para istri kebanyakan. Beli pakaian saja, mungkin tiga atau empat tahun sekali. Perhiasan? Kau tak pernah mengenalnya. Bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa berhutang saja bagimu sudah lebih dari cukup.
Sungguh, aku beruntung sekali memilikimu. Engkaulah sebenarnya perhiasan itu. Semoga engkau selalu tegar mendampingiku, hingga kita jelang surga bersama-sama. Insya’ Alloh. (Abu Al-Ayyubi).
*Buat istriku, aku tahu engkau punya impian. Maafkan aku yang hingga kini belum mampu mewujudkan impianmu.
Majalah Ar-Risalah, edisi 46 Th. VI Romadhon-Syawal 1427H/Oktober 2006, hal. 41-42.
[Sumber: Buku “Bila Pernikahan Tak Seindah Impian” oleh Muhammad Albani, penerbit Mumtaza, hal. 117-122]Took from: www.media-ilmu.com
Read More...
Photo: Graves of Jannatul Baqi
Size: 549 KB
Prior to the twentieth century, many of the graves were covered with domes or other structures, but those have been removed over time. Now the graves are only marked with a rock. |
Source: www.muslimphotos.net
Photo: Ka'bah (Hajj)
Size: 269 KB
The first man on earth - Prophet Adam (as) - first built the Kaaba. He (as) was told by Allah to build it "benath" Allah's throne, i.e. the throne of Allah is "above" the Kaba. However, the throne is symbolic in its nature as Allah is not a physical being that needs to rule from a throne. During time, the Kaba was destroyed and it was later re-built by the Prophets Ibrahim (as) and his son Ismail (as). Before the time of prophet Muhammad (pbuh), pagans worshipped at Kaaba, as they used to have their idol gods within the Kaba) until prophet Muhammad (pbuh) and his followers conquested Makkah in a peaceful manner without any blood shed. Since then it has since been a place of worship for Muslims. Muslims from all over the world face the Kaba when they pray their five daily prayers. Also, many travel to Makkah for the Umrah (lesser pilgrimage) or the Hajj (annual pilgrimage). The Hajj is compulsory on every Muslim to do once in their lifetime, if he or she have the financial and medical means for it. One of the rites of the pilgrimage is tawaf - to circumambulate the Kaba counter clock wise. One tawaf is 7 rounds, and is one of the two main rituals of the Umrah |
Source: www.muslimphotos.net