Search Something?

Google
 

Tuesday, February 5, 2008

Story Pic: Bersama Kita Jelang Surga, Insya Alloh

Sejak kecil aku mengenalmu, karena kau tetangga dekatku. Namun tak pernah terbayang kau akan menjadi pendamping hidupku.

Sebenarnya engkau tak terlalu cantik, tapi lebih sulit untuk mengatakan engkau jelek. Biasa saja. Engkau juga tak pernah memoleskan make-up di wajahmu, apalagi mengenakan perhiasan sebagaimana kebanyakan teman-temanmu.Namun kesehajaan itulah yang justru mengusik hatiku, sehingga kuputuskan untuk memilihmu menjadi pendamping hidupku. Engkau yang sederhana, pintar dan tak banyak bicara, sungguh terlihat dewasa.

Engkau bukan anak yang berpangkat, juga bukan keturunan ningrat. Tapi aku tak peduli, yang kuutamakan bukan itu. Tetapi raga yang selalu menutup aurat dan jiwa yang selalu mengutamakan akhirat. Tekadku sudah bulat, kan kupinang dirimu dalam waktu dekat.

Saat itu engkau baru lulus SMA. Tak kusangka engkau akan menerima dengan tangan tebuka. Bahkan, demi aku, engkau rela mengorbankan keinginanmu untuk mencicipi bangku kuliah. Semua gurumu pun menyayangkan hal itu, karena menurut mereka engkau termasuk murid yag cerdas. Tapi entah mengapa, engkau lebih memilih menjadi ibu rumah tangga saja. Sujud syukurku kepada Alloh, alhamdulillah.

Semua serasa begitu mudah, dan kita pun menikah. Saat itu usiaku baru 25 tahun, sedangkan usiamu baru 19 tahun. Memang masih terlalu muda untuk kalangan umum, tetapi ternyata engkau berani mengambil keputusan itu. Engkau berani mengakhiri lajangmu di usia yang sedini itu. Aku pun semakin kagum padamu.

Sejak menikah hingga kini, belum pernah engkau mengeluh tentang keadaan yang kita alami. Padahal engkau tahu sendiri, penghasilanku yang tak seberapa, kadangkala tak seimbang antara pemasukan dan kebutuhan. Sering kita harus menekan beberapa keinginan karena memang kita tidak sanggup menggapainya. Namun tak pernah kulihat kristal bening menetes dari pelupuk matamu karena itu.

Masih teringat ketika pertama kali kita arungi bahtera ini di sebuah kontrakan mungil. Sama sekali kita tak punya apa-apa, bahkan alas tidur pun tak ada. Tapi, engkau begitu cerdik. Seongkok pakaian kita yag masih tersimpan di dalam tas usang kau keluarkan. Engkau lipat, kemudian kau tumpuk dua hingga tiga pakaian, lalu kau bariskan sedemikian rupa hingga menyerupai kasur. Kemudian engkau bentangkan kerudung lebarmu laksana seprei permadani menyelimuti kasur indah lita. Engkau tersenyum dan mempersilahkan aku tidur. Kutatap wajahmu, kubalas senyummu dengan genangan air mata haru.

Bersamamu, bergulirnya waktu terasa begitu cepat. Hari-hari berlalu selalu terasa begitu indah. Kekurangan materi yang menemani kita setiap hari, seakan bukan merupakan beban manakala kita senantiasa ikhlas. Denganmu, begitu banyak pelajaran yang aku petik.

Ketika setahun usia pernikahan kita, tujuh bulan sudah usia kehamilanmu. Aku begitu panik ketika engkau mengalami pendarahan, tapi engkau begitu tenang, tak gugup sedikit pun. Padahal dari keningmu yang berkerut dan nafasmu yang tertahan, aku tahu kau tengah menahan rasa sakit yag luar biasa. Segera kubawa ke bidan, dan dia bilang ini tanda-tanda mau melahirkan.

Jam dua belas tengah malam, ketika semua insan terlelap dengan mimpi-mimpinya. Anak pertama kita lahir, prematur. Ah… betapa bahagianya aku, kucium kenigmu berulang kali. Kudengar kau berbisik, “Bi…, aku lapar”. Tersentak aku mendengarnya. Ya, seharian tadi engkau tidak memasak dan tak makan karena sudah merasakan sakit sejak kemarin. Sedangkan sore tadi aku hanya beli sebungkus nasi di warung dan sudah kulahap habis, sebab tadi ketika kutawari kau tak mau. Tak ada roti, tak ada jajanan, tak ada apa pun untuk mengganjal perutmu. Mau beli, seluruh toko dan warung sudah pada tutup. Akhirnya, kusodorkan segelas air putih yang disuguhkan bidan untukmu. Dan engkau pun tak menuntut lebih dari itu. Kembali menggenang air mata di pelupuk mataku menyaksikan kebahagian yang tersirat di wajahmu. Ya, bayi mungil kita yang nampak sehat dan berbahagia menjadikanmu lupa lapar dan dahaga.

Tahun berganti dan engkau tak pernah berubah. Hampir sepuluh tahun kita bersama dalam kehidupan yang selalu sederhana, tapi kita tak pernah mengeluh. Engkau juga tak pernah menuntut dunia dariku, tak pernah minta ini dan itu sebagaimana para istri kebanyakan. Beli pakaian saja, mungkin tiga atau empat tahun sekali. Perhiasan? Kau tak pernah mengenalnya. Bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari tanpa berhutang saja bagimu sudah lebih dari cukup.

Sungguh, aku beruntung sekali memilikimu. Engkaulah sebenarnya perhiasan itu. Semoga engkau selalu tegar mendampingiku, hingga kita jelang surga bersama-sama. Insya’ Alloh. (Abu Al-Ayyubi).

*Buat istriku, aku tahu engkau punya impian. Maafkan aku yang hingga kini belum mampu mewujudkan impianmu.

Majalah Ar-Risalah, edisi 46 Th. VI Romadhon-Syawal 1427H/Oktober 2006, hal. 41-42.

[Sumber: Buku “Bila Pernikahan Tak Seindah Impian” oleh Muhammad Albani, penerbit Mumtaza, hal. 117-122]

Took from: www.media-ilmu.com



Read More...

Photo: Graves of Jannatul Baqi

Dimensions: 1024 x 768
Size: 549 KB

Graves of Jannatul Baqi
This is the cemetery where people of Madinah put their deads to rest, since the days of the Prophet (pbuh). Many members of the family of the Prophet (pbuh) are burried here. Along with approx 10 000 companions (sahabi) and 1000's of followers (tabi'in), scholars and others. Jannat ul Baqi means "Tree garden of Heaven".

Prior to the twentieth century, many of the graves were covered with domes or other structures, but those have been removed over time. Now the graves are only marked with a rock.

Source: www.muslimphotos.net

Read More...

Photo: Ka'bah (Hajj)

Dimensions: 1024 x 768
Size: 269 KB

Worshippers doing tawaf around the Ka'ba and praying inside the Hateem area
The hateem is a part of the Ka'ba, the walls of the Ka'ba used to be where the walls of the Hateem is now.

The first man on earth - Prophet Adam (as) - first built the Kaaba. He (as) was told by Allah to build it "benath" Allah's throne, i.e. the throne of Allah is "above" the Kaba. However, the throne is symbolic in its nature as Allah is not a physical being that needs to rule from a throne. During time, the Kaba was destroyed and it was later re-built by the Prophets Ibrahim (as) and his son Ismail (as).

Before the time of prophet Muhammad (pbuh), pagans worshipped at Kaaba, as they used to have their idol gods within the Kaba) until prophet Muhammad (pbuh) and his followers conquested Makkah in a peaceful manner without any blood shed. Since then it has since been a place of worship for Muslims.

Muslims from all over the world face the Kaba when they pray their five daily prayers. Also, many travel to Makkah for the Umrah (lesser pilgrimage) or the Hajj (annual pilgrimage). The Hajj is compulsory on every Muslim to do once in their lifetime, if he or she have the financial and medical means for it. One of the rites of the pilgrimage is tawaf - to circumambulate the Kaba counter clock wise. One tawaf is 7 rounds, and is one of the two main rituals of the Umrah

Source: www.muslimphotos.net

Read More...

Monday, February 4, 2008

E-Card: Eid Mubarak (Masjid, Sunset)


Dimensions: 400 x 267
Size: 37 KB
Source: www.islamicfinder.org

Read More...

Story Pic: A World of Smile

About ten years ago when I was an undergraduate in college, I was working as an intern at my University's Museum of Natural History. One day while working at the cash register in the gift shop, I saw an elderly couple come in with a little girl in a wheelchair.

As I looked closer at this girl, I saw that she was kind of perched on her chair. I then realized she had no arms or legs, just a head, neck and torso. She was wearing a little white dress with red polka dots.


As the couple wheeled her up to me I was looking down at the register. I turned my head toward the girl and gave her a wink. As I took the money from her grandparents, I looked back at the girl, who was giving me the cutest, largest smile I have ever seen. All of a sudden her handicap was gone and all I saw was this beautiful girl, whose smile just melted me and almost instantly gave me a completely new sense of what life is all about. She took me from a poor, unhappy college student and brought me into her world; a world of smiles, love and warmth.

That was ten years ago. I'm a successful business person now and whenever I get down and think about the troubles of the world, I think about that little girl and the remarkable lesson about life that she taught me.

Source: Submitted by a Writer of AL-Islaah Publications.

Took from: www.islamcan.com

Read More...

Wanna Share Your Islamic Pic?

If You have a great Islamic pictrue and You think that people have to see it, just SHARE it here! You can email your picture to myislamicpic(at)yahoo.com. I'm waiting bro! ^_^